Jakarta (Lahattoday) – Demokrasi menuntut adanya kompetisi yang sehat serta membuka peluang dan kesempatan munculnya kandidat terbaik guna menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan teruji. Oleh karena itu, fenomena “borong partai” demi menjadi calon tunggal yang dilakukan oleh kandidat kepala daerah harus ditolak karena mengabaikan prinsip kompetisi dalam demokrasi.
Demikian pandangan Koordinator Perkumpulan Anti Korupsi Indonesia, Muhtadin Sabili, dalam diskusi mengenai fenomena calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 di Jakarta, Selasa (23/7/2024).
“Partai politik seharusnya menjalankan fungsinya sebagai sarana rekruitmen politik yang menyediakan berbagai pilihan bagi pemilih, melakukan pendidikan politik, dan memfasilitasi partisipasi politik dengan mendorong munculnya gagasan terbaik dalam debat publik. Bukan justru menutup kompetisi dalam demokrasi,” kata Sabili.
Sabili menyayangkan banyak partai politik yang meninggalkan peran edukasi masyarakat dan justru tunduk pada kekuatan modal, yang menyuburkan politik kekerabatan (dinasti), politik transaksional dan membuka peluang korupsi di pemerintahan daerah.
Menurutnya, saat ini marak fenomena orang berduit memborong partai politik demi menjadi calon tunggal di Pilkada Serentak. Praktik ini harus dilawan karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan keadilan.
“Demokrasi harus ada keseimbangan. Jangan karena uang, partai politik kehilangan orientasi. Pembajakan demokrasi oleh kepentingan kapital telah terbukti menyengsarakan rakyat dan membuat indeks demokrasi Indonesia semakin hari semakin menurun,” tegas Sabili.
Secara khusus, Sabili menyoroti kebijakan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) yang terkesan semakin jauh dari semangat reformasi dan demokrasi. Dalam penjaringan kepala daerah, partai yang dulunya menjadi motor reformasi ini tidak menerapkan prinsip meritokrasi dan aturan partai dalam menentukan calon kepala daerah.
Sebagai contoh, di kabupaten Lahat, berdasarkan informasi DPD PAN setempat telah melakukan penjaringan sesuai petunjuk pelaksanaan dari DPP dan telah melakukan pendalaman terhadap visi dan misi sejumlah calon. Terdapat tiga Calon yang telah mendaftar, namun rekomendasi DPP jatuh kepada calon yang tidak melalui prosedur tersebut.
“Tetapi DPP PAN kemudian melakukan sabotase terhadap aturan yang dibuatnya sendiri dengan memberikan rekomendasi kepada orang yang sama sekali tidak melewati mekanisme penjaringan dari bawah. Istri petahana bupati (Cik Ujang) itu tak berproses, tak memiliki rekam jejak & kompetensi dengan kualitas paling rendah di antara yang lain, tapi malah didukung oleh DPP PAN,” kata Sabili.
Sontak keputusan tersebut membuat pengurus PAN di Lahat kecewa. Karena jerih payah mereka menjaga iklim demokrasi di partai tidak dihargai.
Aroma politik transaksional kuat tercium di balik pemberian rekomendasi oleh DPP PAN ini.
“Bocoran dari sumber terpercaya bernilai miliaran per kursi. Masuk angin parah partai-partai ini.” jelas Sabili.
Mudah ditebak, penggelontoran uang dalam jumlah besar yang dilakukan istri Cik Ujang, Lidyawati, adalah dalam rangka memborong seluruh partai politik agar menjadi calon tunggal, Sehingga menutup ruang bagi kandidat lain.
Ironisnya, PAN yang seharusnya tetap berpegang pada idealisme penguatan demokrasi di Indonesia dan mencegah suburnya politik dinasti dan transaksi, malah terlibat dalam praktik politik menciptakan calon tunggal.
Sabili menjelaskan, dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa calon tunggal yang melawan kotak kosong atau lebih dikenal sebagai “uncontested election with a blank vote option” memiliki dampak buruk bagi demokrasi.
“Dampak buruknya adalah kurangnya kompetisi, legitimasi yang lemah, menurunnya partisipasi pemilih, dan adanya risiko otoritarianisme,” demikian Muhtadin Sabili.